cerpen

Cerpen Cinta Terlarang : Antara 3 Cinta

Di suatu sore disebuah rumah makan yang terletak dipusat kota Jakarta, terlihat Riska sedang duduk menyantap makanannya. Tanpa disadarinya terlihat juga sepasang mata memperhatikannya dari sebuah kursi yang tak jauh dari tempat duduknya.

’’eh Reza,disini juga.’’ Sapa Riska saat tersadar ada Reza didekatnya.

‘’iya, boleh aku duduk disitu?’’ jawab Reza.

‘’kenapa tidak…’’ sahut Riska.

Mereka pun mengobrol dan terciptalah keakraban diantara mereka,padahal selama 2 tahun ini mereka satu sekolahan,tapi mereka jarang sekali bertegur sapa, dan entah kenapa hari itu Reza dan Riska terlihat akrab.

‘’besok weekend ya.. kamu ada planing kemana?” Tanya Reza.

“gak ada rencana sih mau kemana. Ya paling jalan sama teman-teman” jawab Riska

Obrolan itu terhenti saat reza menerima telepon, dan dia pamit untuk pulang lebih dulu karena mendapat panggilan untuk menjemput adiknya. Selepas Reza pergi tinggallah Riska duduk sendiri lagi.

“ bosen ah, mendingan aku online dech.”gumam Riska sambil membuka akun facebooknya.

Riska meng-update status yang bertuliskan lirik sebuah lagu yang baru saja didengarnya.

“bodohnya diriku selalu menunggumu yang tak pernah untuk bisa mencintai aku.”

Beberapa saat setelah menulis status itu,mampir sebuah pemberitahuan bahwa Sisil, sahabat dekat Riska mengomentari statusnya.

“siapa sih ka? Kayaknya lagi mendam rasa ‘ma seseorang ya,, cerita dong..”

Rischa memang tidak pernah menceritakan kepada siapapun bahwa selama ini dia sedang menyimpan rasa pada seseorang. Hanya diari mungilnya yang menjadi saksi bisu gundah gulana hatinya. Dia berusaha mengelak dari pertanyaan Sisil.

“gak kok,itu cuma lirik lagu aja…” jawab Riska.

Memang sudah lama Riska memperhatikan Vino,teman satu sekolahannya, namun tak ada keberanian untuk mengatakannya. Mereka hanya bisa mengobrol seperti teman biasa, dan Riska risih jika harus berhadapan dengan Vino,karena dia harus menutupi rasa gugupnya.

***

“hai Vin,,ujan-ujan gini mau pulang?” Tanya Riska saat bertemu Vino di parkiran sekolah.

“nunggu ujan sih lama, ujan kayak gini biasanya awet loh..” sahut Vino ramah.

“oh,ya udah..hati-hati ya,,,” pesan Riska.

Senyum mengembang di bibirnya karena baru saja berpapasan dengan pujaan hati tercinta. Sesampainya dirumah,Riska masih saja teringat wajah Vino tadi,tiba-tiba dering handphone membuyarkan lamunannya. Satu pesan dari Rian, teman satu sekolahannya.

“hai Ka..lag ngapain? udah makan belum?” begitulah isi sms tersebut.

“ngapain lagi Rian nhi sms,,gak kapok-kapok juga apa.” Batin Riska kesal.

Begitulah Rian, selalu membuat Riska risih dengan sikapnya. Selalu sms gak jelas,gak penting pula. Kalau mereka ketemu, pati selalu saja ada kejahilan yang dibuat Rian kepada Riska. Riska sering dibuat kesal dengan sikap Rian terhadapnya yang dia sendiri tidak tahu apa maksud dan tujuan dari Rian bersikap seperti itu.

“mending aku mikirin Vino. Andai saja Vino yang sms. Aminnnnn,,”gumam riska.

Lagi-lagi Riska meng-update status facebok-nya yang bernada sedih.

“oh mungkin aku bermimpi menginginkan dirimu….” Begitulah lirik lagu yang menjadi status facebooknya.

“aduh..ngapain sih mikirin Vino lagi,gak bisa berhenti bentar aja kenapa. Kalau bisa jangan berharap lebih deh sama dia,,lupain aja perasaan ini. Lagian dia juga gak bakalan tau perassan aku kalau aku gak ngasih tau ke dia,kalau aku cuma diem aja. Lagian ternyata susah juga nyimpan rasa ini sendirian.” Batin Riska berbicara sendiri.

Besoknya dia memutuskan untuk menceritakan tentang perasaan gundah gulananya selama ini dengan Deva, sahabatnya.

“udahlah Ka,ngapain sih ngarepin yang gak pasti. Toh, dia kan juga gak tau. Angggap aja kamu itu cuma mengagumi.” Saran Deva.

“ya niatnya sih emang mau ngelupain dia, tapi kan kita satu sekolah. Tiap hari ketemu, gimana caranya ngelupain? Mana tiap ketemu dia,aku jadi lupa sama niatku buat ngelupain dia.”

“waduh,,kenapa jadi aku yang bingung ya? Gini aja, kamu jangan maksain buat ngelupain dia, jalanin aja dulu..siapa tahu lama-lama dia bakalan nangkap sinyal-sinyal kamu dan bakalan tahu perasaan kamu ke dia. Kamu berdo’a aja.”

“eh tapi Va, gue juga ngerasa sinyal-sinyal dari dia. Kadang nih ya,aku sering ngeliatin dia.. eh kadang aku sering ketemu mata sama dia.’

“jangan-jangan tanpa kamu tahu,dia juga sering ngeliatin kamu.”

“hmm…..semoga aja, jadi aku gak galau lagi, ya gak?”

‘amiinn..aku do’ain aja deh.”

***

Pagi yang cerah membuka semangat baru bagi Riska untuk memulai aktivitasnya di sekolah. Lagi-lagi Riska bertemu Rian di koridor sekolah dan Rian lagi-lagi mencoba menggodanya. Dengan sengaja dia menarik tangan Riska hingga Riska tersungkur ke tubuh Rian.

“ih.kamu gak bisa diem apa. Sehari aja gak jahil bisa gak?’ serang Riska garang.

Rian pun hanya membalas dengan senyuman. Dan itu membuat Riska bertambah kesal.

“aduh Va, Rian tuh gak bisa berheti gangguin orang. Tiap malem aja pasti ada sms dari dia,yang isinya tuh gak penting banget.” Cerita Riska kepada Deva.

“wah jangan-jangan dia naksir kamu ka” goda Deva.

“ waduh..aku mohon dengan sangat,,jangan sampai itu terjadi. Aku kan pengennya deketin Vino.kenapa jadi temennya yang kecantol.”

Deva hanya tertawa melihat wajah sahabatnya itu yang sedang gusar.

***

Malam ini Riska merenung sambil mendengarkan lagu favoritnya. Sementara matanya tak beralih dari langit yang berhiaskan bintang berkilauan. Sesekali matanya memandang foto Vino yang kemarin dia curi dari handphone temannya.

“Vin,kapan kamu bisa ngerti perasaan aku,kapan kamu bisa tau? Aku capek mendam rasa ini sendirian Vin.kapan kamu tahu,aku disini nunggu kamu Vin.” Gumam riska.

Untuk menghibur dirinya,dia membuka akun facebook-nya dan ada satu pesan yang ternyata dari Reza dan isinya cukup mengagetkan Riska.

“ ka..i love you.” Riska membaca pesan itu berulang kali.

Besoknya Riska langsung menceritakan itu kepada Deva.

“waduh ka,jangan-jangan Reza……” Deva menggantungkan kalimatnya.

“jangan-jangan apa Va..” Tanya Riska.

“ Ya…jangan dong Va, kemarin Rian,sekarang Reza, coba aja Vino,pasti aku tanggapin dengan senang hati.” Riska mengerti maksud kalimat Deva setelah sesaat berfikir.

“ ya udah deh..aku tahu cintanya Cuma buat Vino seorang, yang lain bisanya ngarep aja deh.” Kata Deva sambil tersenyum.

***



Rasa suka yang dialami Riska terus hadir walaupun dia telah mencoba untuk mengabaikan rasa itu. Tiba-tiba datang Deva mengusik ketenangannya yang sedang merenung.

“ hey, Riska Vino.” Kaget Deva.

“ apaan sih, Riska aja, bukan Riska Vino.”

“bentar lagi juga bakalan jadi Riska Vino” goda Deva.

“Amiinn Ya Allah…..” harap riska.

“eh, kamu tahu gak,aku denger kemarin Vino jalan sama adek kelas kita, si Yessi itu lho.”adu Deva.

“ya terserah dia lah. Aku juga gak akan terlalu berharap banyak sama dia.” Sahut Riska sedikit kecewa.

“loh,tadi baru bilang aminn, sekarang udah gitu lagi.” Goda Deva lagi.

***

Entah kenapa rasa itu perlahan hilang, namun tetap saja sisa-sisa cinta itu masih tertinggal dihati Riska. Suatu saat ketika dia sedang duduk bersama temannya, terlihat Vino dan Rico,teman sekelas Riska sedang ngobrol dan kelihatannya percakapannya serius. Rico pun meninggalkan Vino dan duduk di bangku dekat Riska sambil menggerutu.

“tuh anak bikin kesel aja. Apa sih maunya.” Geram rico.

Riska hanya bisa heran melihat sikap Rico. Tiba-tiba datang lagi Vino menuju kearah Rico. Riska mulai melihat sinyal-sinyal negatif dari wajah Vino.

“wah,dari tampangnya,kayaknya bakal ada perang nih. Gawat, aku harus cegah.” Gumam Riska.

Saat Vino lewat didepannya.

“Vino..jangan,kalian apa-apaan sih.” Cegat Riska.

“aku juga gak tau ka,kayaknya aku gak ngerasa punya salah sama dia,tapi dia ngajak ribut kayaknya.” Jelas Vino berhenti sebentar,lalu meneruskan jalannya ke arah Rico.

Riska hanya bisa melihat mereka dari tempat duduknya.

“loe gak ngehargain cewek Vin,loe gak ngerti perasaan mereka.” Sergah Rico tiba-tiba.

“maksud loe apa?kok ngebahas cewek?”Tanya Vino tak mengerti.

“loe tahu,selama ini diam-diam ada seseorang yang ngarepin loe,nunggu loe. Loe gak tau kan?”

“siapa?”

“loe pikirin aja sendiri.kira-kira siapa orang itu.”

Vino hanya bisa heran dan tampak bingung mendengar perkataan Rico. Dia bertanya-tanya dalam hati,siapa yang dimaksud Rico tadi.

***

Riska tiduran dikamarnya sambil mendengar mp3 di handphonenya.

“ Tuhan,kenapa sat aku mencintai seseorang. Dia tidak bisa membaca apa yang kurasakan. Namun disaat ada seseorang yang membuka hatinya untukku,aku malah tidak bisa merasakan cintanya. Kenapa aku gak bisa dicintai oleh orang yang juga aku cintai.” Gumam Riska.

Dering handphone membuyarkan lamunannya.

“apa mungkin aku hanya bisa berharap tanpa bisa memilikinya.” Riska membaca sms yang ternyata datang dari Rico.

“maksudnya?” Riska bertanya-tanya sendiri.

Otak Riska mulai berimajinasi. Selama ini sikap Rico memang baik dengannya dan mereka cukup akrab.

“ah,tapi gak mungkin. Sikap dia kan cuma sebatas teman aja,gak lebih kok.” Riska menepis pikiran itu.

***

Sementara itu, Vino masih kepikiran dengan ucapan Rico. Dia masih mencari-cari siapa yang diam-diam menunggunya selama ini.

“udah tahu orangnya?” Tanya Rico saat mereka berpapasan di kantin sekolah.

“belum.siapa sih” Tanya Vino.

“yakin mau tahu” Tanya Rico lagi.

“cepetan lah Co,gue penasaran nih.”

“Adelia Priska.alias Riska.”

“gak mungkin Co. loe tau darimana?” Tanya Vino,tidak yakin dengan ucapan Rico.

“gue denger dari mulut dia sendiri saat dia sedang curhat dengan Deva dikelas. Gue gak sengaja denger.sekarang loe tahu kan,dan gue harap loe bisa dewasa nentuin sikap.jangan biarkan dia nunggu loe terus dengan harapan-harapan kosong yang bakal nyakitin dia.” Jelas rico.

“maksudnya?” Vino bertambah bingung.

Pertanyaan itu diabaikan Rico,dan dia berlalu pergi meninggalkan Vino. Akhirnya Vino memutuskan untuk menanyakan sendiri dengan Riska.

“ ka, bener apa yang dibilang Rico kalau selama ini loe diam-diam merhatiin gue?”

Riska pun kaget membaca isi sms yang datang dari Vino tersebut. Dia pun bingung harus menjawab apa, lalu diabaikannya sms Vino.

Besoknya di sekolah, kebetulan Riska berpapasan dengan Vino dan Vino langsung memanfaatkan kesempatan itu.

“ Ka, kenapa semalem kamu gak jawab pertanyaan aku? Bener apa yang dibilang Rico?” sergah Vino.

Tak sengaja Rico lewat dan Vino langsung mencegat Rico.

“ co, jelasin apa yang loe bilang sama gue kemaren?”

“loe tahu darimna Co?” Tanya Riska.

“gue gak sengaja denger curhat loe sama Deva waktu itu.”

“trus kenapa loe bilang semuanya sama Vino.” Tanya Riska lagi,dan Rico pun terdiam.

“ jawab co, kenapa?”

“sampai kapan loe mampu mendam rasa ini sendirian ka. Gue gak mau liat loe sedih karena cinta loe gak pernah dibalas. Bahkan Vino mungkin gak akan tahu kalau gue gak bilang langsung sama dia...” Jelas Rico

“tapi Rico…”

“ gue Cuma mau liat loe seneng Ka.” Potong Rico.

Riska terdiam dan dia menatap Rico.

“maksud loe?” Tanya Riska lagi sambil menatap Rico.

“loe ingat sms gue dulu ke loe. Itu isi hati gue Ka.” Riska teringat sms Rico waktu itu, dan dia menarik nafas perlahan sambil menundukkan kepala.

”karena gue ingin loe bahagia,jadi gue bilang semuanya sama Vino Ka.’ Lanjut Rico lagi.

“Rico…terus gimana…”

“gue gak apa-apa Ka. Asal loe bahagia.” Rico memotong kalimat Riska.

Riska diam dan mengalihkan pandangannya ke arah Vino.

“ Vin.itu semua benar. Tapi itu dulu,dan sekarang gue udah gak ngarepin balasan dari loe lagi. Lagian gue juga gak mau maksa loe buat nerima gue. Karena gue tahu, loe gak akan bisa mencintai gue seperti gue dulu ke loe.” Jelas Riska.

“maksud loe Ka?” Tanya Rico dan Vino serempak.

“ya,gue udah ngubur perasaan itu dalam-dalam. Dan sekarang gue gak lagi ngarepin Vino kok, loe tenang aja Vin. Gue gak akan maksa loe buat suka sama gue lagi.”lanjut Riska.

“sekarang ada orang yang benar-benar sayang sama loe. Apa harapan itu ada untuk dia?” Tanya Vino sambil menunjuk rico.

“jujur gue juga sayang loe Co.sikap loe,kebaikan loe. Itu yang bikin gue juga sayang loe. Tapi gue gak bisa nerusin rasa itu karena gue gak mau persahabatan kita rusak gara-gara itu. Karena loe udah jadi teman aja loe udah bikin gue bahagia kok punya teman kayak loe.” Jelas Riska.

“loe bener ka.persahabatan kita lebih penting.” Jawab Rico.

“lagian,loe masih bisa kok sayang sama Riska sebagai adik.’ Sambung Vino.

“iya dong, gue kan juga sayang sama Rico. Tapi Cuma sebagai sahabat. Loe gak perlu berubah kok sama gue,sikap loe,kebaikan loe. Contohnya sekarag aja.mumpung masih dikantin nih,boleh dong ya mesen satu mangkok aja.laper ni habis klarifikasi tadi.”canda Riska.

“yeee ujungnya gak enak tuh.” Balas Vino.

Dan akhirnya semuanya berkahir bahagia. 3 hati itu tetap bisa saling menyayangi sebagai sahabat.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

hadist

A.    Ilmu Hadis Riwayah

Menurut bahasa riwayah berasal dari kata rawa-yarwi-riwayatan yang berarti annaql =memindahkan dan penukilan. Sedangkan ilmu hadits riwayah menurut istilah sebagaimana pendapat Dr. Subhi Asshalih adalah :
” ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat serta segala segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabiin ” (Subhi Asshalih, Ulumul Hadits…hal. 107)
Sementara itu, obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.
Adapun kegunaan mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.

1.      HADITS RIWAYAH BIL-LAFDZI
Meriwayatkan hadits dengan lafadz adalah meriwayatkan hadits sesuai dengan lafadz yang mereka terima dari Nabi saw dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan kata lain meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi saw. Riwayat hadits dengan lafadz ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan, dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau menghafalnya.
Hadits yang menggunakan lafadz-lafadz di atas memberikan indikasi, bahwa para sahabat langsung bertemu dengan Nabi saw dalam meriwayatkan hadits. Oleh karenanya para ulama menetapkan hadits yang diterima dengan cara itu menjadi hujjah, dengan tidak ada khilaf.

2.       HADITS RIWAYAH BIL-MA’NA

Meriwayatkan hadits dengan makna adalah meriwayatkan hadits dengan maknanya saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkan. Atau dengan kata lain apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh para sahabat dengan lafadz atau susunan redaksi mereka sendiri. Hal ini dikarenakan para sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Di samping itu kemungkinan masanya sudah lama, sehingga yang masih ingat hanya maksudnya sementara apa yang diucapkan Nabi sudah tidak diingatnya.

Menukil atau meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketikan hadits-hadits belum terkodifikasi. Adapun hadits-hadits yang sudah terhimpun dan dibukukan dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan merubahnya dengan lafadz/matan yang lain meskipun maknanya tetap.

B.     Ilmu Hadist Dirayah

Ilmu Hadits Dirayah, menurut bahasa dirayah berasal dari kata dara-yadri-daryan yang berarti pengetahuan. Maka seringkali kita mendengar Ilmu Hadits Dirayah Disebut-sebut sebagai pengetahuan tentang ilmu Hadits atau pengantar ilmu hadits.
Menurut imam Assyuthi, Ilmu Hadits Dirayah adalah ” ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya”.
Disebut dengan juga ilmu Musthalahul Hadits – undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan al-Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya.
Obyek Ilmu Hadits Riwayah : meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Menurut sebagian ulama, yang menjadi obyeknya ialah Rasulullah SAW sendiri dalam kedudukannya sebagai Rasul Allah. Faedahnya atau tujuan ilmu ini : untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalnya yang mardud.
Berikut di antara ilmu-ilmu yang bermunculan dari berbagai ragam topik ilmu dirayah;
1.      Ilmu Jarah Wa Al-Ta’dil
Ilmu ini membahas para rawi, sekiranya masalah yang membuat mereka tercela atau bersih dalam menggunakan lafad-lafad tertentu. Ini adalah buah ilmu tersebut dan merupakan bagian terbesarnya.
2.      Ilmu Tokoh-Tokoh Hadits
Dengan ilmu ini dapat diketahui apakah para rawi layak menjadi perawi atau tidak. Orang yang pertama di bidang ini adalah al-bukhari (256 H). dalam bukunya thabaqat, ibn sa’ad (230 H) banyak menjelaskannya.
3.      Ilmu Mukhtalaf Al-Hadits
Iamam Nawawi berkata dalam kitab al-Taqrib, “ini adalah salah satu disiplin ilmu dirayah yang terpentinng.” Ilmu ini membahas hadits-hadits yang secara lahiriyah bertentangan, namun ada kemumkinan dapat diterima dengan syarat. Jelasnya, umpamanya ada dua hadits yang yang makna lahirnya bertentangan, kemudian dapat diambil jalan tengah, atau salah satunya ada yang di utamakan.
Ilmu Ilal Al-Hadits
Ilmu ini membahas tetentang sebab-sebab tersembunyinya yang dapat merusak keabsahan suatu hadits. Misalnya memuttasilkan hadits yang mungkati’, memarfu’kan hadits yang maukuf dan sebagainya. Dengan demikian menjadi nyata betapa pentingnya ilmu ini posisinya dalam disiplin ilmu hadits.
4.      Ilmu Gharib Al-Hadits
ilmu ini membahas tentang kesamaran makna lafad hadits. Karena telah berbaur dengan bahasa arab pasar. Ulama yang terdahulu menyusun kitab tentang ilmu ini adalah abu hasan al-nadru ibn syamil al-mazini, wafat pada tahun 203 H.
5.       ilmu Nasakh Wa Al-Mansukh Al-Hadits
ilmu nasakh wa al-mansukh al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang bertentangan yang hukumnya tidak dapat dikompromikan antara yang satu dengan yang lain.yang dating dahulu disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang datang kemudian disebut nasikh (hadits yang menghapus).
Pengetahuan ilmu tentang nasikh mansukh ini merupakan ilmu yang sangat penting untuk dan wajib dikuasai oleh seorang yang akan mengkaji hokum syariat. Sebab tidak mungkin bagi seseorang yang akan membahas tentang hokum syar’I sementara ia tidak mengenal dan menguasai ilmu tentang nasikh mansukh..
Nasikh adalah yang menghapus atau membatalkan. Kadang-kadang nasikh ini di lakukan oleh nabi sendiri, seperti, sabdanya, “Aku pernah melarang ziarah kubur, lalu sekarang berziarahlah, karena itu akan mengingattkanmu pada akhirat.”
Pendiri Ilmu Hadits Dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurahman bin Khalad Ramahumuzi (w.360 H)
Pokok pembahasan ilmu dirayah itu dua, yaitu :
1.       rijal al-sanad
2.      jarah-ta’dil.
Dari pembahasan dua ulasan itu muncul penilaian, bahwa suatu matan hadits dinilai shahih,atau hasan atau dla’if. Kata penilaian seperti itu biasa disebut Mushthalah al-Hadits.


3.      Asbab Wurud al-Hadits.
Teori ini membahas tentang latarbelakang datangnya sebuah hadits yang diterima oleh seorang rawi (shahabat). Pembahasan ini sama seperti ungkapan Ilmu Asbab al-Nuzul dalam Ulum al-Qur’an. Dalam kaitan ini, wurud al-hadits juga banyak membahas persesuaian (munasabat) antara satu matan hadits dengan matan hadits yang lain. Tokoh yang pertama kali membahas tentang Asbab Wurud al-Hadits adalah Abu Hafsh al-’Ukburi (w. 468 H). Tetapi kitab yang lebih lengkap adalah Al-Bayan wa al-Tarif fi Asbab Wurud al-Hadits al-Syarif karya Ibn Hamzah al-Dimasyqi (w. 1120 H).
Nasikh-Mansukh dan Asbab Wurud al-Hadits adalah dua teori Ilmu Hadits Dirayah yang berdekatan sasaranya, dan saling menunjang dalam penerapan makna. Nasikh-Mansukhdalam hadits tidak dapat diketahui tanpa melihat Wurud al-Hadits lebih dahulu. Hadits yang datang pertama disebut mansukh, dan hadits berikutnya disebut nasikh. Dua teori itu banyak dibahas oleh kitab-kitab Ulum al-Hadits.
Jika nasikh-mansukh dan wurud al-hadits hanya diolah dengan pendekatan tekstualis, seperti filosofis, atau yuridis, tologis saja, maka ilmu hadits tidak dapat berkembang. Salah satu model pengembangan masalah ini adalah menggunakan pendekatan interdisipliner, atau ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya. Setidaknya ada dua sistem nilai yang diterapkan pada makna hadits yang berinteraksi, baik interaksi antara hadits dengan hadits, atau hadits dengan kasus yang melingkari. Dua sistem itu adalah sistem internal dan sistem eksternal (maa fi al-hadits dan maa haul al-hadits).
Sistem internal adalah semua sistem nilai yang dibawakan oleh sebuah hadits, ketika ia diterapkan pada satu makna, atau pada maksud hadits yang dituju. Nilai itu terlihat ketika hadits itu diberi interpretasi seperti nilai akidah, hukum fiqh, akhlak, nasihat, do’a dan sebagainya. Dalam istilah lain, sistem internal mencakup juga pola pikir, kerangka rujukan, struktur kognitif, atau juga sikap, yang dikandung oleh matan hadits.
Sedangkan sistem eksternal terdiri atas unsur-unsur yang ada dalam lingkungan di luar isi matan hadits. Lingkungan itu, termasuk struktur yang mendorong munculnya matan hadits, atau kejadian yang melatarbelakangi tampilnya sebuah hadits, atau jawaban Rasulullah yang muncul karena pertanyaan sahabat. Lebih dari itu, pemecahan sebuah hadits yang ditulis oleh seorang perawi pun bisa diterima berdasarkan latarbelakang munculnya pemecahan itu.
Ulama pertama yang membukukan ilmu hadis dirayah adalah Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (265-360 H) dalam kitabnya, al-Muhaddis al-Fasil bain ar-Rawi wa al- wa ‘iz (Ahli Hadis yang Memisahkan Antara Rawi dan Pemberi Nasihat). Sebagai pemula, kitab ini belum membahas masalah-masalah ilmu hadis secara lengkap. Kemudian muncul al-Hakim an-Naisaburi (w. 405 H/1014 M) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, Ma’rifah ‘U1um al-Hadis (Makrifat Ilmu Hadis).
2.          Ilmul Jarhi Wat Takdil
Ilmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadis. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:  “Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. ” Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat.Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat.
Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadits ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).
Di antara tabi’in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena meng-irsal-kan hadits, adakalanya karena me- rafa-kan hadits yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).
Kitab bidang ilmu ini yang terkenal diantaranya “Al Jarhu wat Ta’dil” karya Abdur Rahman Bin Abi Hatim Ar Razy.

4.          Ilmun nasil wal mansuh
ilmu yang menerangkan hadis-hadis yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya.Apabila didapati suatu hadits yang maqbul, tidak ada yang memberikan perlawanan maka hadits tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan oleh hadits yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka hadits itu dinamai Mukhatakiful Hadits. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam’uh ini, diantaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H)

5.          Ilmu Asbabi Wuruddil Hadis
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu. Menurut Prof Dr. Zuhri ilmu Asbabi Wurudil Hadits adalah ilmu yang menyingkap sebab-sebab timbulnya hadits. Terkadang, ada hadits yang apabila tidak diketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak diamalkan.
Penting diketahui, karena ilmu itu menolong kita dalam memahami hadits, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran. Disamping itu, ilmu ini mempunyai fungsi lain untuk memahami ajaran islam secara komprehensif. Asbabul Wurud dapat juga membantu kita mengetahui mana yang datang terlebih dahulu di antara dua hadits yang “Pertentangan”. Karenanya tidak mustahil kalau ada beberapa ulama yang tertarik untuk menulis tema semacam ini.Misalnya, Abu Hafs Al- Akbari (380-456H), Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H) denagn karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- hadits Al-Syarif.
UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H.

13.       Ilmu Mukhtaliful Hadits
Ilmu yang membahas hadits hadits yang menurut lahirnya saling bertentangan, untuk dikompromikan, sebagaimana halnya membahas hadits hadits yang sukar dipahami atau diambil isinya, untuk menghilangkan kesukarannya dan menjelaskan hakikat-hakikatnya.
Kitab yang terkenal dalam bidang ini diantaranya “Musykilu’l Hadits wa Bayanuhu” karya Abu Bakr Muhammad Bin Al Hasan (Ibnu Furak) Al Anshary Al Asbihany.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

hadist : jarh wa ta'dill

ILMU JARH WA AT-TA’DIL
disusun oleh:

SYAMSUL FAJRY
NIM: 131209526








FAKULTAS SYARIAH
SYARIAH PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2012-2013
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2   
A. PENDAHULUAN ........................................................................................ 3

B. ILMU JARH WA TA’DIL............................................................................ 5
1.      Pengertian jarh wa ta’dil.......................................................................... 5
2.      Lafazd-lafazd jarh wa ta’dil.................................................................... 7
3.      Syarat-syarat jarh wa ta’dil ..................................................................... 14
4.      Beberapa kaidah jarh wa ta’dil ............................................................... 15

C.  PENUTUP...................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 22












A.      PENDAHULUAN

Ilmu Jarh Wa at-ta’dil adalah sebuah ilmu yang membahas tentang sifat-sifat seorang rawi yang dapat menyebabkan kelemahan atau tertolak apa yang diriwayatkannya. Atau dengan kata lain ilmu jarh wa at-ta’dil adalah ilmu yang membahas tenteng memberikan kritikan adanya aib atau memberikan pujian adil kepada seorang rawi. Faedah mempelajari ilmu jarh wa at-ta’dil adalah untuk menetapkan apakah periwayatan seorang itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang rawi dijarh oleh para ahli sebagai seorang rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan apabila seorang rawi dipuji sebagai orang yang adil, niscaya periwayatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadits dipenuhi.
Manfaat dari ilmu jarh wa at-ta’dil untuk mengetahui mana hadits yang shahih dan mana hadits yang tidak shahih dilihat dari perawinya. Banyak jalan untuk mengetahui keadilan dan kecacatan rawi, dengan cara mentarjih. Orang yang menta’dilkan dan mentarjihkan tidak sembarang orang, tetapi harus memiliki syarat-syarat tertentu. Orang yang menta’dila dan mentarjih bisa menyebutkan sebab-sebab seorang rawi bisa juga tidak menyebutkan sebab-sebabnya. Untuk yang tidak disebutkan sebab-sebabnya disebut dengan subham, masih diperselisihkan oleh para ulama. Bnayak pendapat para ulama tentang subham. Adapun jumlah orang yang bisa menta’dil dan mentarjih juga diperselisihkan.
Semua permasalahan di atas, akan dibahas lebih mendalam lagi. Dengan adanya makalah ini semoga kita semua bisa lebih faham lagi tentang ilmu Jarh Wa at-ta’dil. Kita bisa mengetahui siapa saja orang yang bisa menta’dil dan mentarjih, syarat-syarat orang yang bisa menta’dil dan mentarjih dan kita mengetahui tentang beberapa pendapat dalam ilmu jarh wa at-ta’dil.


















B.       ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL
1.      Pengertian Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil
Kalimat al jarh wa at-ta’dil merupakan satu dari kesatuan pengertian, yang terdiri dari dua kata, yaitu al-jarh dan at-ta’dil. Al-jarh secara etimologi berarti seseorang membuat luka pada tubuh orang lain yang ditandai dengan mengalirnya darah dari luka itu. Secara terminologi, al-jarh berarti munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatkan hapalan dan kekuatan ingatannya, seperti pada keadilan dan kedabitannya, yang mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atau bahkan tertolak riwayatnya. Adapun at-tajrih mensifati seorang perawi degan sifat-sifat yang membawa konsekuensi penilaian lemah atas riwayatnya atau tidak diterima.[1]
Ilmu jarh wa at-ta’dil yang secara bahasa berarti luka, cela, atu cacat, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabithannya.[2]
Para ahli hadits mendifinisikan al-jarh dengan:
ا لطعن في راوي الحد يث بما يسلب او يخل بعد الته او ضبطه
“ kecacatan pada perawi hadist disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedabitan perawi.”[3]


Sedang at- ta’dil yang secara bahasa berarti at-Tasywiyah (menyamakan) , sedangkan menurut istilah : [4]

عكسه هو تز كية الروي والحكم عليه با نه عدل او ضابط
“ lawan dari al-jarh , yaitu pembersihan/pensucian perawi dengan ketetapan bahwa ia adil atau dabit.”
            Ulama lain mendefinisikan al-jarh dan at-ta’dil dalam satu definisi: [5]
علم يبحث عن الرواة من حيث ها ورد في شا نهم مما يشنهم او يز كيهم باالغاظ مخصو صة
“ Ilmu yang membahas tentang para perawi hadist dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencatatkan atau membersihkan mereka, dengan ungkapan atau lafazd-lafazd tertentu.”
Dr. ‘Ajjaj Al-khathib menta’rifkan pengertian ilmu jarh watta’dil sebagai berikut: [6]
العلم الذي يبحث في احوال الرواة من حيث قبول رواياتهم او ردها
“Ilmu yang membahas hal ikhwal para perawi dari segi diterima atau ditolak riwayat mereka”
Pengertian al-adl secara etimologi berarti sesuatu yang terdapat dalam jiwa bahwa sesuatu itu lurus atau merupakan lawan dari hancur. Orang adil berarti orang yang diterima kesaksiannya. Ta’dil pada diri seseorang berarti menilai positif. Adapun secara terminologi, al-adl berarti orang yang tidak memiliki sifat yang mencacatkan keagamaan dan keperwiraannya.[7]
Lafadz al-jarh, menurut Muhadisin, ialah sifat seorang rawi yang dapat mencacatkan keadilan dan kehafalannya. Men-jarh atau men-tajrih seorang rawi berarti menyifati seorang rawi dengan sifat-sifat yang dapat menyebabkan kelamahan atau tetolak apa yang diriwayatkannya. Adapun rawi dikatakan adil yaitu orang yang dapat mengendalikan sifat-sifat yang dapat menodai agama dan keperwiraannya. Member sifat-sifat terpuji kepada rawi sehingga yang diriwayatkannya dapat diterima dan disebut men-ta’dil-kannya. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, ilmu al-jarh wa at-ta’dil merupakan suatu materi pembahasan dari cabang ilmu hadits yang membahas cacat atau adilnya seseorang yang meriwayatkan hadits yang berpengaruh besar terhadap klasifikasi haditsnya.[8]
2.      Lafadz-Lafadz Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil
Lafadz-lafadz yang digunakan untuk men-tajrih-kan dan men-ta’dil-kan itu bertingkat. Menurut Ibnu Hatim, Ibnu Shalah, dan Imam An-Nawawy, lafadz-lafadz itu disusun menjadi 4 tingkatan, menurut Al-Hafidz Ad-Dzahaby dan Al-Iraqy menjadi 5 tingkatan, sedangkan Ibnu Hajar menyusunnya menjadi 6 tingkatan, yaitu sebagai berikut:[9]
1)   Tingkatan pertama, segala sesuatu yang mengandung kelebihan rawi dalam keadilan, dengan menggunakan lafadz-lafadz af’alu al-ta’dil atau ungkapan lain yang mengandug pengertian sejenis:
اوثق الناس                    = orang yang paling tsiqat, orang yang paling kuat hafalannya.
اثبت الناس حفظا وعدالة    = orang yang paling mantap hafalan dan keadilannya.
اليه المنتهى في الثبت         = orang yang paling menonjol keteguhan hatinya dan akidahnya.
ثقة فوق ثقة                    = orang yang tsiqat melebihi orang tsiqat.
2)   Tingkatan kedua, memperkuat ke-tsiqah-an rawi dengan membubuhi satu sifat yang menunjukkan keadilan dan ke-dhabit-annya, baik sifatnya yang dihubungkan itu selafadz (dengan mengulangnya) maupun semakna, misalnya:
ثبت ثبت           = orang yang teguh (lagi) teguh, yaitu teguh dalam pendiriannya.
ثقة ثقة              = orang yang tsiqah (lagi) tsiqah, yaitu yang sangat dipercaya.
حجة حجة         = orang yang ahli (lagi) petah lidahnya.
ثبت ثقة             = orang yang teguh (lagi) tsiqah, yaitu teguh dalam pendiriannya dan kuat hafalannya.
حافظ حجة        = orang yang hafidz (lagi) petah lidahnya.
ضابط متقن        = orang yang kuat ingatannya (lagi) meyakinkan ilmunya.
3)      Tingkatan ketiga, menunjukkan keadilan dengan suatu lafadz yang mengandung arti ‘kuat ingatan’, misalnya:
ثبت     = orang yang teguh (hati-hati lildahnya).
متقن    = orang yang meyakinkan ilmunya.
ثقة      = orang yang tsiqah.
حافظ   = orang yang hafidz (kuat hafalannya).
حجة    = orang yang petah lidahnya.
4)      Tingkatan keempat,menunujkkan keadilan dan ke-dhabit-an, tetapi dengan lafadz yang tidak mengandung arti ‘kuat ingatan dan adil’ (tsiqah), misalnya:
صدوق             = orang yang sangat jujur
ماء مون           = orang yang dapat memegang amanat
لا باء س به       = orang yang tidak cacat
5)      Tingkatan kelima, menunjukkan kejujuran rawi, tetapi tidak diketahui ke-dhabit-an, misalnya:
محلة الصدق      = orang yang berstatus jujur
جيد الحديث        = orang yang baik haditsnya
حس الحديث       = orang yang bagus haditsnya
مقارب الحديث    = orang yang haditsnya berdekatan dengan hadits lain yang tsiqah
6)      Tingkatan keenam, menunujukka arti ‘mendekati cacat’. Seperti sifat-sifat tersebut di atas yang diikuti dengan lafadz “Insya Alla”, atau lafadz tersebut di-tashir-kan (pengecilan arti), atau lafadz itu dikaitkan dengan suatu pengharapan, misalnya:
صدوق ان شاءالله                           = orang yang jujur, insya Allah
فلان ارجو بان لا باء س به             = orang yang diharapkan tsiqah
فلان صويلج                                 = orang yang sedikit keshalihannya
فلان مقبول حديثة                     = oranng yang diteruma hadits-haditsnya
Para ahli ilmu mempergunakan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang di-ta’dil-kan menurut tingkatan pertama sampai tingkatan keempat sebagai hujjah. Adapun hadits-hadits para rawi yang di-ta’dil-kan menurut tingkatan kelima dan keenam hanya dapat ditulis, dan baru dapat dipergunakan bila dikuatkan oleh hadits periwayat lain. [10]
Kemudian, tingkatan dan lafadz-lafadz untuk men-tajrih rawi-rawi, yaitu; [11]
1.      Tingkatan pertama, menunjuk pada keterlaluan si rawi tentang cacatnya dengan menggunakan lafadz-lafadz yang berbentuk af’alu al ta’dil atau ungkapan lain yang mengandung pengertian sejenisnya, misalnya:
اوضع الناس                  = orang yang paling dusta
اكذب الناس                    = orang yang paling bohong
اليه المنتهى في الوضع      = orang yang paling menonjol kebohongannya
2.      Tingkatan kedua, menunjukkan sangat cacat dengan menggunakan lafadz-lafadz berbentuk sighat muballaghoh, misalnya:
كذاب                           = orang yang pembohong
وضاع                         = orang yang pendusta
دجال                           = orang yang penipu
3.      Tingkatan ketiga, menunjuk kepada tuduhan dusta, bohong atau sebagainya, mislanya:
فلان متهم بالكذب             = orang yang dituduh bohong
او متهم بالوضع              = orang yang dituduh dusta
فلان فيه النظر                = orang yang perlu diteliti
فلان ساقط                     = orang yang gugur
فلان ذاهب الحديث           = orang yang haditsnya telah hilang
فلان متروك الحديث         = orang yang ditinggalkan haditsnya
4.      Tingkatan keempat, menunjukkan sangat lemahnya, misalnya:
مطروح الحديث              = orang yang dilempar haditsnya
فلان ضعيف                  = orang yang lemah
فلان مردود الحديث          = orang yang ditolak haditsnya
5.      Tingkatan kelima, menunjuk kepada kelemahan dan kekacauan rawi mengenai hafalannya, misalnya:
فلان لايحتج به                = orang yang tidak dapat dibuat hujjah haditsnya
فلان مجهول                   = orang yang tidak dikenal haditsnya
فلان منكر الحديث            = orang yang mungkar haditsnya
فلان مضطرب الحديث       =orang yang kacau haditsnya
فلان واه                         = orang yang banyak duga-duga
6.      Tingkatan keenam, menyifati rawi dengan sifat-sifat yang menunjuk kelemahannya, tetapi sifat-sifat itu berdekatan dengan adil, misalnya:
ضعف حديثه                  = orang yang di-dha’if-kan haditsnnya
فلان مقال فيه                 = orang yang diperbincangkan
فلان فيه خلف                = orang yang disingkiri
فلان لين                     = orang yang lunak
فلان ليس بالحجة             = orang yang tidak dapat digunakan hujjah haditsnya
فلان ليس بالقوي             =orang yang tidak kuat
Orang yang di-tajrih menurut tingkat pertama sampai dengan tingkat keempat, haditsnya tidak dapat dibuat hujjah sama sekali. Adapun orang-orang yang di-tajrih-kan menurut tingkatan kelima dan keenam, haditsnya masih dapat diapakai sebagai i’tibar (tempat pembanding).[12]
3.    Syarat-Syarat Bagi Orang Yang Men-Ta’dilkan dan Men-Tajrihkan
Kita tidak boleh menerima begitu saja penilaian seorang ulama’ terhadap ulama lainnya, melainkan harus jelas dulu sebab-sebab penilaian tersebut. Terkadang, orang yang menganggap orang lain cacat, mala ia sendiri juga cacat. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menerima langsung suatu perkataan sebelum ada yang menyetujuinya. Ada beberapa syarat bagi oranng yang men-ta’dil-kan (mu’addil) dan orang yang men-jarh-kan (jarih), yaitu:[13]
1)      Berilmu pengetahuan
2)      Takwa
3)      Wara’ (orang yang selalu menjauhi perbuatan maksiat, syubhat, dosa-dosa    kecil, dan makruhat-makruhat)
4)      Jujur
5)      Menjauhi fanatic golongan
6)      Mengetahui sebab-sebab untuk men-ta’dil­-kan dan men-tajrih­-kan.

4.    Kaidah Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil
Ilmu al-jarh wa at-ta’dil bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan seoranng rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang rawi dinilai oleh para ahli sebagai seoranng rawi yang cacat, periwayatannya harus ditolak, dan apabila seorang rawi dipuji sebagai seorang adil, niscaya periwatannya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadits terpenuhi.[14]
Jika kita tidak mengetahui benar atau salahnya sebuah riwayat, kita akan mencampuradukkan antara hadits yang benar-benar dari Rasulullah dan hadits yang palsu (maudhu’). Dengan mengetahui ilmu al-jarh wa at-ta’dil, kita juga akan bisa menyeleksi mana hadits shahih, hasan, ataupun hadits dhaif, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari matannya. Adapun keaiban seorang rawi pada umumnya yaitu:[15]
  1. Bid’ah (melakukan tindakan tercela, di luar ketentuan syari’at),
  2. Mukhalafah (melaini dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah),
  3. Ghalath (banyak kekeliruan dalam periwayatan).
  4. Jahalatu’l-Hal (tidak di kenal identitasnya) .
  5. Da’wa’l-inqhitha’ (di duga keras sanadnya tidak bersambung).
  6. Metode untuk Mengetahui Keadilan dan Kecacatan Rawi serta Masalah-Masalahnya
Keadilan seorang rawi dapat diketahui dengan salah satu dari dua ketetapan berikut ini:[16]
Pertama, dengan kepopuleran di kalangan para ahli ilmu bahwa ia dikenal sebagai seorang yang adil (bisy-syuhroh).
Kedua, dengan pujian dari seorang yang adil (tazkiyah), yaitu ditetapkan sebagai rawi yang adil oleh orang yang adil yang semula rawi yang dita’dilkan itu belum terkenal sebagai rawi yang adil.
Penetapan keadilan seorang rawi dengan jalan tazkiyah dapat dilakukan oleh:[17]
  1. Seorang rawi yang adil. Jadi, tidak perlu dikaitkan dengan banyaknya orang yang men-ta’dil-kan sebab jumlah itu tidak menjadi syarat untuk penerimaan hadits.
  2. Setiap orang yang dapat diterima periwatannya, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang merdeka ataupun budak, selama ia mengetahui sebab-sebab yang dapat mengadilkannya.


Penetapan tentang kecacatan seorang rawi juga dapat diketahui melalui dua cara, yaitu:[18]
  1. Berdasarkan berita tentang ketenaran rawi dalam keaibannya. Seorang rawi yang sudah dikenal  sebagai orang yang fasik atau pendusta di kalangan masyarakat, tidak perlu lagi dipersoalkan. Cukuplah kemasyhuran itu sebagai jalan untuk menetapkan kecacatannya.
  2. Berdasarkan pen-tajrih-an dari seorang yang adil, yang telah mengetahui sebab-sebab dia cacat. Demikian ketetapan yang dipegang muhaditsin, sedangkan menurut para fuqoha, sekurang-kurangnya harus ditajrih oleh dua orang laki-laki yang adil.
Ada beberapa masalah yang berhubungan dengan men-ta’dil-kan dan men-jarh-kan seorang rawi, diantaranya secara mubham (tak disebutkan sebab-sebabnya) dan ada kalanya mufasar (disebutkan sebab-sebabnya). Tentang mubham ini diperselisihkan oleh para ulama’ dalam beberapa pendapat, yaitu:[19]
a.      Menta’dilkan tanpa menyebutkan sebab-sebabnya dapat diterima, karena sebab itu banyak sekali , sehingga kalau disebutkan semuanya tentu akan menyibukkan saja adapun mentajrihkan tidak diterima, katau tidak menyebutkan sebab-sebabnya, karena jarh dapat berhasil dengan satu sebab saja . Dan karena orang-orang itu berlainan dalam mengemukakan sebab jarh, sehingga tidak mustahil seseorang men-tajrih menurut keyakinannnya , tetapi tidak dalam kenyataan nya . Jadi agar jelas apakah ia tercacat atau tidak perlu disebutkan sebab-sebabnya.
b.      Untuk ta’dil harus disebutkan sebab-sebabnya, tetapi menjarh-kan tidak perlu . Karena sebb-sebab menta’dilkan itu, bisa dibuat-buat, hingga harus diterangkan, sedang men-tajrih-kan tidak bisa dibuat-buat.
c.       Untuk kedua-duanya, harus disebut sebab-sebabnya.
d.      Untuk kedua-duanya, tidak perlu disebutkan   sebab-sebabnya, sebab si Jarh dan Me,addil sudah mengenal seteliti-telitinya sebab-sebab tersebut. Diantara sebab munculnya kreteria Mumham dan musafar  karena terjadi perbedaan pemahaman tentang penilaian terhadap para rawi .
Masalah berikutnya adalah perselisian dalam menentukannya mengenai jumlah orang yang dipandang cukup untuk  dan menta’dilkan dan mentajrihkan rawi sebagaimana berikut:[20]
  1. Minimal dua orang, baik dalam soal syahadah maupun dalam soal riwayat. Demikian pendapat kebanyaakan fuqoha Madinah.
  2.  Cukup seorang saja dalam soal riwayat bukan dalm soal syahadah. Sebab, bilangan tersebut tidak menjadi syarat dalam penerimaan hadis, maka tidak pula disyaratkan dalam menta’dilkan dan men-tajrih-kan rawi. Berlainan dalam soal syahadah.
  3. Cukup seorang saja, baik dalam soal riwayah maupun dalam soal syahadah.
Adapun kalau ke-adilan-nya itu diperolah atas dasar pujian orang banyak  atau dimashurkan oleh ahli-ahli ilmu, tidak diperlukan lagi orang yang menta,dilkan (muzakky=mua’dil). Seperti Imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal , Al-Laits, Ibnu Mubarak, Sya’aibah, Ishak, dan lain-lain.[21]
Dan para ulama hadits juga menempuh jalur kehati-hatiannya dengabn menaruh kaedah penerimaan riwayat seseorang berkaitan dengan aqidahnya sebagai berikut:[22]
·         Jika perawi tersebut muslim, riwayatnya diterima, jika non muslim, tidak diterima.
·         Jika muslim tersebut pengikut aliran/mazhab yang menyimpang(bid’ah), maka harus dilihat, bid’ahnya tersebut dapat mengkafirkan, maka riwayatnya tidak diterima, jika masih belum mengkafirkan , masih bisa diterima dengan tiga syarat:
1.      Tidak tergolong ekstrim(ghulu) dalam kebid’ahannya.
2.      Tidak termasuk provokator (da’i) untuk kebid’ahannya.
3.      Hadits riwayatnya tidak berkaitan dengan kebid’ahannya.
Menelaah persyaratan diatas, jelas dan nampak sekali maksud dan arah tujuannya, yaitu menghindari kemungkinan pemalsuan hadits semaksimal mungkin.
C.    PENUTUP
 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi di atas dapat simpulkan bahwa:
  1. ilmu al-jarh wa at-ta’dil merupakan suatu materi pembahasan dari cabang ilmu hadits yang membahas cacat atau adilnya seseorang yang meriwayatkan hadits yang berpengaruh besar terhadap klasifikasi haditsnya.
  2. Ilmu al-jarh wa al-ta’dil muncul bersamaan dengan munculnya periwayatan di dalam Islam yang sudah ada sejak awal kemunculan Islam.
  3. Jarh wa ta’dil bukanlah termasuk ghibah yang dilarang, bahkan para ulama mengategorikannya sebagai nasehat dalam agama. Oleh karena itu, para ulama membolehkan jarh wa ta’dil untuk menjaga syariat/agama ini, bukan untuk mencela menusia.
  4. Ilmu al-jarh wa at-ta’dil bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali serta untuk menyeleksi mana hadits shahih, hasan, ataupun hadits dhaif, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari matannya.
  5. Ada beberapa syarat bagi orang yang men-ta’dil-kan (mu’addil) dan orang yang men-jarh-kan (jarih), yaitu: berilmu pengetahuan, takwa, wara’, jujur, menjauhi fanatic golongan dan mengetahui sebab-sebab untuk men-ta’dil­-kan dan men-tajrih­-kan.
  6. Lafadz-lafadz yang digunakan untuk men-tajrih-kan dan men-ta’dil-kan itu bertingkat. Menurut Ibnu Hatim, Ibnu Shalah, dan Imam An-Nawawy, lafadz-lafadz itu disusun menjadi 4 tingkatan, menurut Al-Hafidz Ad-Dzahaby dan Al-Iraqy menjadi 5 tingkatan, sedangkan Ibnu Hajar menyusunnya menjadi 6 tingkatan.
  7. Para ahli ilmu mempergunakan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang di-ta’dil-kan menurut tingkatan pertama sampai tingkatan keempat sebagai hujjah. Adapun hadits-hadits para rawi yang di-ta’dil-kan menurut tingkatan kelima dan keenam hanya dapat ditulis, dan baru dapat dipergunakan bila dikuatkan oleh hadits periwayat lain.









DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fatchur.1974, Ikhtisar Mushthalahul Hadist, Bandung: PT Alma’ Arif.
Suparta, Munzier,dkk.1993, Ilmu Hadits, Jakarta: PT Raja Grafindo.
Lutfi, Ahmad, Fathullah.2005, Hadits Nabi, Depok: AL-insan.
Suparta, Munzier. 2010, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Idri. 2010, Studi Hadis, Jakarta: Kencana




[1] Idri, Studi Hadis, Jakarta: Kencana, 2010, hal 276
[2] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, hal 31
[3] Munzier Suparta, Utung Ranu Wijaya,Ilmu Hadits, Jakarta: PT Raja Grafindo,1993,hal 27
[4] Munzier Suparta, Utung Ranu Wijaya, ilmu hadits,......... hal 27.
[5] Munzier Suparta, Utung Ranu Wijaya, Ilmu Hadits,....... hal 28.
[6] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist, Bandung: PT Alma Arif, 1974 hal 307.
[7] Munzier Suparta, Utung Ranu Wijaya, Ilmu Hadits,....... hal 28
[8] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,....... hal 307
[9] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,....... hal 313.

[10] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,....... hal 316
[11] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,....... hal 316
[12] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,........ hal 318.
[13] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,.......... hal 311.

[14] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,......... hal 307.
[15] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,........ hal 308.

[16] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,............ hal 309
[17] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,............ hal 310

[18] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,............ hal 310
[19] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,............ hal 311
[20] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,............ hal 312
[21] Fatchur Rahman, ikhtisar mushthalahul hadist,............ hal 312
[22] .Ahmad Lutfi Fathullah, Hadits Nabi, Depok: Al-insan, 2005 hal 37.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS